
Ibadah PASKAH
Minggu, 20 April 2025
Pukul 08.00 WIB
Di GKJ Jenawi
Tema: “Mengingat, Percaya dan Menjadi Saksi-Nya“
Saudara-saudari, anak-anakku yang dikasihi Tuhan, Selamat Paskah!

Mengawali khotbah di ibadah Minggu Paskah ini, izinkan saya bertanya pada Anda semua. Mana yang lebih mudah diingat: pengalaman buruk atau pengalaman yang menyenangkan? Pada tanggal 5 Mei 2022, Kompas.Com menyampaikan artikel dengan judul, “Mengapa pengalaman buruk lebih mudah terngiang di ingatan?” Para peneliti di Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Tulane Amerika Serikat dan Fakultas Kedokteran Universitas Tufts, Amerika Serikat mengemukakan bahwa pengalaman traumatis sangat mempengaruhi sistem pusat otak yang mengatur sisi emosional. Secara singkat, dampak dari kondisi itu terbentuklah memori kenangan yang menakutkan. Dampaknya, seseorang akan mengalami kesulitan melupakan pengalaman traumatis, menyedihkan, pengalaman kedukaan dan pengalaman lainnya yang dianggap sebagai pengalaman traumatis.
Peristiwa penyaliban Yesus merupakan kejadian yang mendatangkan pengalaman traumatis dalam diri murid-murid-Nya. Yesus yang mati dan dikuburkan menjadi simbol dari kekalahan Yesus. Kejadian itu membuyarkan segala pengharapan yang ditujukan pada Yesus. Maka dari itu pada hari Minggu, hari setelah Sabat, para perempuan yang datang ke kubur Yesus untuk mengurapi Dia dengan rempah-rempah dalam keadaan batin yang dipenuhi pengalaman traumatis. Di mana buktinya? Bukti bahwa mereka masih menyimpan pengalaman traumatis adalah saat batu besar penutup pintu makam Yesus terbuka, mereka tidak melihat hal itu sebagai peristiwa menakjubkan. Injil Lukas menyebut bahwa mereka masuk begitu saja ke dalam makam tanpa memperhatikan siapa yang menggulingkan batu besar itu.
Pengalaman traumatis yang membekas dalam batin memiliki daya ikat yang kuat terhadap ingatan. Ingatan menjadi kacau akibat dari peristiwa buruk yang dialami. Para murid dan perempuan-perempuan yang datang ke makam Yesus itu lupa pada janji Yesus. Saat berada di Galiela, Yesus pernah berkata bahwa Ia akan menderita sengsara dan mati di Yerusalem. Namun Ia akan bangkit pada hari ketiga. Hari ketiga adalah hari Minggu, sehari setelah hari Sabat menurut orang Yahudi. Karena para perempuan itu tidak mengingat perkataan Yesus, mereka termangu-mangu di dalam makam karena tidak mendapati jenazah Yesus. Saat mereka masih memproses apa yang mata mereka lihat, mereka ditegur oleh dua orang berpakaian kemilauan, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit” (ay.5-6).


Ini berita utama Paskah. Kubur itu kosong, bukan karena jenazah Yesus dicuri orang atau dipindahkan ke tempat yang lain, tetapi karena Ia hidup. Karena Ia hidup, Ia tidak ada di kuburan, di antara orang mati. Kalau Ia tidak ada di dalam kubur, itu artinya Ia telah bangkit. Teguran dua orang yang berpakaian berkilau-kilauan itu sekaligus menjadi pewartaan mengenai kebangkitan Yesus. Makam kosong begitu penting bagi penulis Injil Lukas untuk mewartakan kebangkitan Yesus, yang mencakup juga kebangkitan tubuh-Nya. Ini yang kemudian menjadi dasar kepercayaan para murid akan kebangkitan Tuhan Yesus yang kemudian mereka wartakan kepada orang lain. Pada akhirnya, kita tahu bahwa perkataan perempuan itu benar. Yesus sungguh-sungguh bangkit. Yesus sendiri yang kemudian hadir menunjukkan diri-Nya kepada para murid. Kehadiran Yesus meneguhkan bahwa kesaksian para perempuan itu benar.
Kosongnya kubur merupakan sebuah kenyataan bahwa Yesus bangkit. Para perempuan itu selanjutnya mengingat yang dikatakan Yesus saat mereka sama-sama di Galilea. Para perempuan berpikir dengan iman. Proses beriman membuat mereka mengingat perkataan Yesus dan selanjutnya memberitakan kebangkitan Yesus. Petrus dan para murid lainnya belum berpikir seperti para perempuan tersebut. Seorang penafsir bernamaHarianto menyebut mereka memikirkan apa yang dipikirkan oleh manusia. Mereka berpikir tentang kemesiasan dari sudut pandang manusia Yahudi. Menurut mereka, Mesias tidak akan menderita, apalagi mati. Dengan cara berpikir demikian, mustahillah bila Yesus yang adalah Mesias akan mati. Petrus dan murid-murid lainnya lupa bahwa kehendak Allah lebih berkuasa daripada kehendak manusia.


Dalam Kristus, Mesias mengalami penderitaan bahkan mati di salib. Namun, Ia bangkit pada hari ketiga. Sekalipun demikian, Petrus merespons perkataan para perempuan itu, ia segera bangun dan berlari menuju kubur Yesus. Saat ia menjenguk ke dalam kubur yang kosong, ia hanya bertanya-tanya dalam hatinya apa yang kira-kira telah terjadi. Petrus menjadi wakil para murid yang hampir tiap hari selama tiga tahun bersama-sama Yesus, justru tidak segera mengerti apa yang terjadi ketika berjumpa dengan kubur Yesus yang kosong. Ia tidak segera teringat perkataan Yesus mengenai kematian dan kebangkitan-Nya pada hari ketiga.
Apakah Petrus terus menerus terpaku pada pengalaman traumatis hingga membuatnya tidak segera teringat pada perkataan Yesus? Ingatan Petrus dipulihkan. Ada berbagai peristiwa yang dilihat dan dialami Petrus hingga ia percaya bahwa Yesus bangkit dari antara orang mati. Karena itulah Kisah Para Rasul 10:34-43 menceritakan kesaksian Petrus di hadapan banyak orang tentang Kristus yang bangkit adalah Allah yang mengasihi semua orang. Dengan penuh keberanian Petrus memberitakan tentang karya Yesus kepada Kornelius dan keluarganya. Mereka bukanlah orang-orang Yahudi, tapi itu tidak menghalangi Petrus untuk menjadi saksi tentang segala yang diperbuat Yesus Kristus.


Bahkan tanpa ragu, Petrus menyaksikan bagaimana Yesus pada hari ketiga kematian-Nya telah dibangkitkan Allah. Tuhan yang bangkit itulah yang kemudian memberikan tugas kepada para murid untuk membawa berita Injil (Kabar Baik) itu kepada segala bangsa. Para murid menjadi saksi bahwa Dia yang bangkit itu, atas perkenanan Allah akan jadi Hakim atas semua orang, dan siapa yang percaya kepada-Nya akan mendapat pengampunan dosa dalam nama-Nya. Saat ini, kita yang percaya pada kebangkitan Yesus dipanggil-Nya untuk bersaksi tentang Dia. Bahkan tanpa ragu, Petrus menyaksikan bagaimana Yesus pada hari ketiga kematian-Nya telah dibangkitkan Allah.
Tuhan yang bangkit itulah yang kemudian memberikan tugas kepada para murid untuk membawa berita Injil (Kabar Baik) itu kepada segala bangsa. Para murid menjadi saksi bahwa Dia yang bangkit itu, atas perkenanan Allah akan jadi Hakim atas semua orang, dan siapa yang percaya kepada-Nya akan mendapat pengampunan dosa dalam nama-Nya. Saat ini, kita yang percaya pada kebangkitan Yesus dipanggil-Nya untuk bersaksi tentang Dia. Paskah mengundang kita untuk mengingat setiap janji Allah. Ia adalah Mesias yang sejati. Ia mengasihi semua. Melalui kebangkitan, Ia mengubah setiap duka lara menjadi sukacita. Ia mengubah hati yang kehilangan pengharapan menjadi hati yang penuh pengharapan. Setiap pribadi yang mengalami kebangkitan-Nya dan percaya kepada-Nya, janganlah ragu dan takut untuk bersaksi. Dengan sukacita mari kita lakukan bersama-sama. Selamat paskah, selamat bersaksi tentang Dia yang bangkit, haleluya!
