
Ibadah MINGGU PALMA
Minggu, 13 April 2025
Sesuai Jadwal Ibadah Minggu
Di gereja Induk dan semua Pepanthan
Tema: “Menyambut Hadirat-Nya Di Sini“
“Menyambut Hadir-Nya di Sini”
Umat yang dikasihi Tuhan, perayaan sukacita tentulah dilakukan dengan gegap gempita. Ada orang yang begitu bersemangat merayakan ulang tahunnya dan mengundang sanak-saudara dan teman untuk berbagi sukacita. Ada juga orang yang merayakan pesta pernikahan dengan menyiapkan berbagai hiburan untuk semua orang turut bersukacita dengan dirinya. Perayaan-perayaan ini gegap gempita dan mengundang banyak tawa dan senyuman. Seperti halnya perayaan-perayaan besar yang kita temui dalam hidup sehari-hari, pada hari ini kita diundang untuk merenungkan dan merayakan kehadiran Tuhan Yesus di kota Yerusalem. Umat di Yerusalem melambai-lambaikan daun palem sebagai gambaran sukacita kedatangan Mesias. Hanya saja, Mesias yang sedang digambarkan hadir saat ini justru Mesias yang sederhana, menunggang keledai. Jadi, apa yang hendak disambut dari Dia?
Minggu Palma tidak hanya berfokus pada kedatangan Tuhan dalam gegap gempita. Bacaan leksionari dalam bacaan pertama di minggu Palma tidak terlepas dari gambaran kesengsaraan hamba Tuhan. Yesaya menggambarkan hamba Tuhan yang menanggung derita, namun ia memiliki keteguhan hati karena mengetahui dan meyakini pertolongan Tuhan. Ia yakin Tuhan membuatnya kuat menanggung sengsara tapi tidak akan membuatnya ternoda dan dipermalukan. Gambaran keteguhan hati ini, yang membuat hamba Tuhan berani dan bersedia menanggung sengsara. Hal ini beresonansi dengan kehadiran Kristus dalam bacaan 2, yang oleh Paulus disampaikan, sebagai kebersediaan menanggung beban untuk mengerjakan karya Allah. Kekuatan menanggung derita dan sengsara sampai pada peristiwa salib ada karena menyadari pekerjaan-pekerjaan baik yang dihadirkan melalui pelayanan-Nya di dunia sampai pada salib membawa yang pembebasan dan pemulihan.
Gambaran kisah sengsara dalam Minggu Palma justru menjadi gambaran pemuliaan Kristus, bagi orang-orang Kristen masa kini. Kita bersama bersorak-sorai, namun kita juga perlu bertanya, apakah sorak-sorai ini menandakan bahwa kita (orang-orang Yahudi masa itu dan umat di saat ini) benar-benar mengerti siapa Yesus? Makna kedatangan Yesus tidak sama dengan penggenapan pengharapan mesianik orang Yahudi bahwa akan datang seorang pemimpin yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Roma. Yesus justru datang dalam cara yang sangat berbeda. Ia datang dengan keledai, seperti gambaran raja damai yang lemah lembut. Walaupun kehadiran-Nya juga dengan cara seperti ini pun menimbulkan dilema.
Kekuatan leksionari perenungan minggu Palma justru kembali terletak dalam dilema ini. Kita diajak untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus dengan pemahaman yang lebih mendalam. Bukan sekedar mengharap datangnya untuk memenuhi harapan kita atau keinginan kita. Bukan memberikan solusi cepat untuk masalah kita, namun kisah ini mengajak untuk kita merenungkan, Tuhan Yesus hadir dalam kebersediaan untuk berkurban, menghadapi sengsara oleh karena kasih-Nya yang besar. Justru kita saat ini dipanggil untuk belajar bahwa kedatangan Tuhan Yesus mengisyaratkan panggilan untuk mengikuti-Nya, menerima jalan-Nya, dan meneladani-Nya. Imitatio Christi.
Imitatio Christi ini juga menjadi laku hidup orang percaya untuk menyambut kehadiran Kristus dalam hidup sehari-hari. Seperti halnya bagian percakapan antara orang Farisi yang tidak senang dengan pujian dan penyambutan orang banyak ini kepada Tuhan Yesus dan berkata kepada-Nya, “Guru, suruhlah murid-murid-Mu diam!” (Lukas 19:39). Hal yang sama dapat terjadi saat kita berjuang untuk meneladani Kristus. Dalam situasi ini, ingatlah saat Tuhan Yesus menjawab dengan tegas kepada orang-orang Farisi itu, “Aku berkata kepadamu, jika mereka ini diam, maka batu-batu ini akan berteriak” (Lukas 19:40). Ini adalah teguran sekaligus juga panggilan, imitatio Christi berarti tidak hanya menjadi pendengar, tetapi juga menjadi pelaku Firman. Kalau kita tidak melakukan apa-apa, seperti kata Tuhan Yesus, batu-batu akan berteriak menyambut Yesus. Jangan diam atau acuh tak acuh, perlu ada tindakan nyata, sebagai komitmen untuk menyambut-Nya dengan sungguh-sungguh dalam hati dan hidup kita. Seperti tercatat dalam Mazmur 118, kehadiran Tuhan itu anugerah yang luar biasa, “Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya” (Mazmur 118:1). Ungkapan syukur perlu terus menggema dalam hidup setiap orang percaya, dan dinyatakan melalui hidup yang mencerminkan kasih dan ketaatan kepada-Nya.
Umat yang terkasih di dalam Tuhan, kehadiran Tuhan yang membawa disrupsi di Yerusalem dan mendisrupsi keseharian kita. Hal ini perlu kita terima sebagai anugerah yang nantinya menuntun kita, untuk meneladani ketaatan, keteguhan hati, dan keberanian-Nya menyongsong derita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik. Kita diundang menjadi pribadi percaya untuk hidup dengan motto: imitatio Christi. Kita diundang untuk menjadi pribadi percaya yang menyambut-Nya dengan sukacita sejati, dengan melepaskan harapan-harapan duniawi yang bisa jadi tidak sejalan dengan kehendak Allah. Amin.