
Tema : Menjadi Gembala Yang Siap Mendampingi
Bacaan 1 : Kis. Para Rasul 9 : 36-43
Tanggapan : Mazmur 23
Bacaan 2 : Wahyu 7 : 9 – 17
Injil : Yohanes 10 : 22 – 30
Dalam kehidupan manusia, banyak sekali pergumulan dan permasalahan yang dihadapi. Pergumulan meliputi permasalahan ekonomi, terkait belum mempunyai pekerjaan atau masalah dalam pekerjaan itu sendiri. Masalah keluarga yang mencakup pasangan hidup, baik penyesuaian karakter pasangan atau yang belum memiliki pasangan. Masalah tumbuh kembang anak ataupun yang belum memiliki momongan. Masalah studi yang belum selesai atau setelah selesai studi. Masalah gereja terkait pelayanan dan organisasi, serta masalah-masalah yang lainnya. masalah-masalah tersebut membuat seseorang memiliki tingkat stres yang tinggi. Jika tidak mendapatkan penanganan khusus maka seseorang akan menjadi sakit dan depresi. Oleh karena itu dibutuhkan pribadi pendamping yang dapat membantu dalam meringankan beban yang dimiliki oleh orang lain.

Permasalahannya adalah sering kali orang hanya beranggapan bahwa untuk menjadi pendamping adalah tugas psikolog, konselor atau pendeta. Padahal itu merupakan tugas bersama, paling tidak dengan mendengarkan keluh kesah yang dihadapi oleh seseorang sudah sangat membantu dalam mengurang beban pergumulan hidupnya. Permasalahan kedua yang muncul adalah tentang pemahaman pendamping yang harus mempunyai solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh seseorang. Hal ini membuat seseorang menjadi enggan untuk menjadi pendamping. Padahal untuk menjadi pendamping yang dibutuhkan adalah kesediaan untuk mau menjadi pendengar yang baik. Perlu disadari seseorang yang memiliki pergumulan sebenarnya memiliki solusinya sendiri, yang dibutuhkan hanyalah seseorang yang mau mendengarkan keluh kesahnya.
Permasalahan ketiga yang sering kali muncul adalah mendengarkan merupakan sesuatu pekerjaan yang melelahkan. Apalagi jika cerita yang disampaikan berulang-ulang dan tidak ada titik akhirnya. Hal itu akan membuat seseorang menjadi enggan untuk menjadi pendamping. Oleh karena itu pada Minggu Paskah keempat ini kita akan belajar untuk menjadi pendamping yang baik melalui kesaksian Alkitab.
Dalam Kisah Para Rasul 9:36-43, diceritakan tentang kunjungan yang dilakukan oleh Petrus dalam rangka pewartaan Injil. Dalam perjalanannya, ia sampai di daerah orang-orang kudus di Lida. Pada bagian pertama dikisahkan tentang Petrus menyembuhkan Eneas. Eneas telah delapan tahun berbaring di tempat tidur karena lumpuh. Melihat kejadian tersebut penduduk Lida dan Saron berbalik (percaya) kepada Tuhan.
Setelah itu, kisah pada bagian ke dua menceritakan tentang Rasul Petrus yang membangkitkan Tabita. Ketika murid-murid mendengar bahwa Petrus berada di Lida, ia menyuruh dua orang untuk menyampaikan kabar tentang Tabita kepada Petrus. Hingga kemudian Petrus bergegas untuk menemui Tabita. Kondisi Tabita saat itu sudah meninggal. Mayatnya diletakkan di bagian ruang atas. Di sana ada banyak orang termasuk janda-janda yang menangis. Mereka menunjukkan pakaian yang dibuat oleh Tabita semasa hidupnya sebagai bentuk kesedihan. Ketika Petrus tiba di sana, ia menyuruh semua orang keluar. Petrus berlutut dan berdoa, kemudian membangkitkan Tabita. Berita tentang bangkitnya Tabita membuat orang di seluruh Yope menjadi percaya kepada Tuhan.
Dari sini kita dapat melihat Rasul Petrus yang menjadi pendamping menyediakan waktunya untuk membantu menyembuhkan Eneas dan membangkitkan Tabita. Dari Petrus kita belajar bagaimana mendampingi sesama. Untuk menjadi pendamping dibutuhkan empati, kesediaan waktu, tenaga, pikiran dan komitmen. Petrus menggembalakan sesamanya yang membutuhkan dukungan. Kesediaannya melakukan penggembalaan karena ia menjalankan perintah Tuhan sebagaimana tertulis dalam Yohanes 21:17, “Gembalakanlah domba-domba-Ku”.
Mengapa umat saling menggembalakan? Umat saling menggembalakan karena mengikut gerak Allah, Sang Gembala Agung. Pada Mazmur 23 Daud merefleksikan tentang Tuhan sebagai gembala yang baik. Dalam refleksinya ia menceritakan pengalaman hidup bersama Sang Gembala yang ideal, yaitu Allah. Ia adalah Gembala yang senantiasa. Ia tidak pernah membiarkan dombanya kekurangan. Gembala Agung membaringkan dombanya di padang rumput hijau, menyegarkan jiwa, dan menuntun dombanya pada jalan yang benar. Bimbingan dari Sang Gembala membuat para domba tidak takut menghadapi bahaya. Pada akhirnya, Sang Gembala menjadi sumber penghiburan dan membawa dombanya pada kehidupan kekal.

Sang Gembala Agung, Tuhan Yesus Kristus adalah Sang Mesias yang menyelamatkan. Apakah kita percaya akan itu? Injil Yohanes 10:22–30 menceritakan keraguan orang-orang Yahudi terhadap kemesiasan Yesus. Ketika Tuhan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, Serambi Salomo pada hari raya penahbisan Bait Allah di Yerusalem, orang-orang Yahudi mengelilingi Tuhan Yesus dan berkata kepada-Nya: “Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami hidup dalam kebimbangan? Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” Kebimbangan menjadikan mereka sulit mengimani kemesiasan Yesus. Menurut pandangan orang-orang Yahudi, sebenarnya dalam diri Yesus terlihat ciri-ciri kemesiasan-Nya. Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, yang sakit disembuhkan dan lain sebagainya. Mukjizat-mukjizat itu menunjukkan bahwa dalam Yesus Injil Kerajaan Allah diberitakan. Namun di sisi lain, orang Yahudi kecewa pada Yesus sebab Ia menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Menurut orang Yahudi, hari Sabat merupakan hari suci keagamaan. Semua aktivitas dilarang, termasuk mengobati orang sakit. Melihat dua hal itu, orang-orang Yahudi menjadi bimbang. Di satu sisi mereka melihat Yesus itu Mesias, namun di sisi lain mereka melihat Mesias tidak seperti yang mereka pikirkan.

Di tengah keraguan terhadap-Nya, Yesus memberikan jawaban yang meyakinkan. Jawaban itu adalah: domba-domba-Nya akan mendengarkan suara-Nya. Ia, Sang Gembala Agung mengenal siapa domba-domba-Nya. Ia tidak memberikan nama anonim kepada domba-domba-Nya. Setiap kali Gembala memanggil, domba-domba mendengarkan suara-Nya dan mengikut Dia. Kepada domba-domba-Nya, Sang Gembala memberikan hidup yang kekal. Tidak seorang pun bisa merebut domba-domba dari tangan Sang Gembala Agung. Hubungan antara gembala dan domba adalah hubungan yang hidup, semua memberi rasa aman dan saling memberi rasa aman.
Melalui kesaksian kitab Suci ini kita diajak bersama untuk dapat belajar menghayati kehidupan dalam dekapan kasih Sang Gembala Agung. Kasih yang kita alami dan rasakan membuat kita siap untuk menjadi gembala bagi sesama, gembala yang siap mendampingi sesama yang sedang bergumul dalam menghadapi pergumulannya. Perlu kita sadari bahwa prinsip sebagai pendamping adalah menjadi penanya, pendengar yang baik dan berempati. Bertanya secara baik bertujuan untuk tidak memberikan beban tambahan bagi seseorang yang sedang bergumul. Pendengar yang baik bertujuan agar seseorang yang sedang bergumul merasakan kelegaan. Sedangkan berempati menunjukkan kehadiran seorang pendamping. Ketika kita dapat menjalankan prinsip pendamping itu, kita meneladani gerak Sang Gembala Agung, yaitu Tuhan Allah kita, Allah yang selalu bersama kita dan menyediakan kehidupan kekal bagi domba-domba-Nya. Amin.