
“Mengikuti Jejak Tomas: Sangsi menjadi Saksi”

Saudara-saudari terkasih, setiap orang memiliki fase dalam hidupnya di mana mereka meragukan sesuatu. Ada saat-saat kita sangsi, merasa tidak yakin, atau mungkin sulit percaya. Saat kita terpuruk, sakit berkepanjangan, atau ketika orang terkasih meninggalkan kita. Tidak mustahil kita akan merasa terpuruk dan menjadi tidak yakin, sangsi, bahkan bisa jadi muncul pertanyaan: mungkinkah masa depan indah masih ada bagiku?
Dalam kehidupan iman kita, hal ini juga dapat terjadi. Salah satu tokoh dalam Alkitab yang menunjukkan perjalanan dari keraguan menjadi keyakinan adalah Tomas, salah seorang murid Yesus.
Tema kita hari ini adalah “Mengikuti Jejak Tomas: Sangsi Menjadi Saksi.” Dalam bacaan Yohanes 20:19-31, kita melihat bagaimana Tomas, yang awalnya ragu akan kebangkitan Yesus, berubah menjadi saksi yang teguh setelah perjumpaannya dengan Yesus yang bangkit. Dari kisah Tomas ini, kita dapat belajar bahwa keraguan bukanlah akhir dari iman, melainkan dapat menjadi pintu gerbang menuju kesaksian yang lebih kuat.
Di Yohanes 20:24-29, Tomas adalah contoh yang sangat manusiawi. Setelah mendengar bahwa Yesus bangkit, Tomas tidak segera percaya. Ia berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu, aku sekali-kali tidak akan percaya.” (Yohanes 20:25).
Keraguan Tomas bisa kita pahami. Ia baru saja menyaksikan kematian Yesus di kayu salib, dan seperti kita manusia biasa, Tomas merasakan ketidakmungkinan bahwa Yesus bisa bangkit dari kematian. Namun, delapan hari kemudian, Yesus menampakkan diri kepada para murid dan memanggil Tomas untuk melihat dan menyentuh bekas luka-Nya. Dengan menunjukkan luka-Nya, Yesus ingin menunjukkan kepada Tomas bahwa Dia benar-benar Yesus yang disalibkan dan Dia sungguh-sungguh bangkit. Peristiwa ini mengubah Tomas dari seorang yang ragu menjadi seorang saksi yang berani dan mengakui dengan kata-kata yang penuh keyakinan, “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Yohanes 20:28).
Kisah Tomas mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan memahami keraguan kita, tetapi Dia tidak membiarkan kita terjebak di dalamnya. Tuhan mengundang kita, seperti Tomas, untuk mendekat dan mengalami kehadiran-Nya, yang pada akhirnya akan memulihkan iman kita dan menjadikan kita saksi-saksi-Nya.


Pengalaman Tomas tentang kebangkitan Yesus bukan hanya mengubah dirinya, Yesus yang bangkit menjadi dasar pengutusan bagi para murid untuk menjadi saksi. Dalam bacaan Kisah Para Rasul 5:27-32, kita membaca bagaimana para rasul, termasuk Tomas, dengan berani bersaksi di hadapan para pemimpin Yahudi bahwa Yesus, yang telah disalibkan, kini bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah. Mereka menyatakan, “Kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia.” (Kisah 5:32).
Para rasul, yang dulu lari ketakutan setelah Yesus disalibkan, kini menjadi saksi yang berani setelah mengalami kuasa kebangkitan Yesus dan menerima Roh Kudus. Kuasa kebangkitan ini mengubah mereka dari murid yang takut menjadi pemberita Injil yang berani, bahkan ketika harus menghadapi ancaman atau penganiayaan.
Dalam Wahyu 1:4-8, kita melihat Yesus yang bangkit sebagai “Yang Setia, Saksi yang benar, yang sulung dari antara orang mati.” Yesus sendiri adalah saksi dari kasih dan kuasa Allah yang bekerja dalam kebangkitan. Kita dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya, memberikan kesaksian bahwa Dia adalah Alfa dan Omega, Tuhan atas segala ciptaan, dan Raja yang akan datang kembali.
Sebagai orang percaya, kita, seperti Tomas dan para rasul, dipanggil untuk menjadi saksi kebangkitan ini di dunia. Meski mungkin kita, seperti Tomas, pernah berada dalam keraguan, iman kita tidak boleh berhenti di sana. Sebaliknya, kita dipanggil untuk bangkit dari keraguan dan berani bersaksi bahwa Yesus adalah Tuhan yang hidup, yang terus bekerja dalam dunia ini.


Mazmur 118:14-29 juga mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah kekuatan dan mazmur pujian kita. Pemazmur memanggil kita untuk mengakui kasih setia Tuhan yang kekal, dan berseru, “Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” (Mazmur 118:24).
Kita bisa bersukacita karena kebangkitan Yesus membawa damai, pengharapan, dan jaminan keselamatan. Sebagaimana Tomas yang akhirnya mengungkapkan kesaksiannya setelah berjumpa dengan Yesus, kita pun dipanggil untuk mengikuti jejaknya—dari sangsi menjadi saksi yang membawa kabar baik bagi dunia.

Yesus memperlihatkan luka-lukanya. Luka-luka itu menunjukkan realitas kebangkitan-Nya. Dengan menunjukkan luka-Nya, Yesus menunjukkan bahwa Dia benar-benar Tuhan yang bangkit dari kematian, Dia benar-benar telah melewati kematian. Saat Yesus hadir menyapa Tomas, ia tidak memegang bekas luka Yesus. Namun kehadiran Yesus yang terluka mengubah pemahamannya. Awalnya dia tidak percaya. Namun pertemuan dengan Yesus yang terluka justru membuat dia percaya. Tanpa memegang luka Yesus, Tomas mengucapkan pengakuan imannya dengan berkata “Ya Tuhanku Ya Allahku”. Dalam perspektif teologi disabilitas, pengakuan Paulus tidak hanya mengakui sifat ke Allah-an Yesus. Namun, dalam sifat ke-Allahan-Nya ada sisi disabilitas yang ada dalam diri Yesus yang secara utuh juga diterima oleh Thomas sebagai Tuhan dan Allah. Tubuh Yesus yang terluka menjadi sebuah berita bahwa pengampunan dan pemulihan relasi Allah dan manusia tetap terbuka.


Kisah ini mengajarkan pada kita, bahwa kita tidak perlu malu menunjukkan keberadaan diri apa adanya. Seorang Perempuan tidak perlu malu memiliki stretch mark pasca melahirkan, sebab itulah tanda kasih seorang ibu untuk menghadirkan buah cintanya ke dunia ini, bahkan tubuh yang tak lagi langsing pun tak perlu menjadikan perempuan berkecil hati. Di sisi lain kita juga tidak seharusnya menghakimi keberadaan orang lain.
Dari tubuh Yesus pasca kebangkitan kita belajar bahwa kerapuhan justru menjadi pintu untuk belajar kembali, dan bukankah kita sering kali bukan malah menghakimi ketidakpercayaan Tomas.


Saudara-saudari terkasih, kisah Tomas mengajarkan kepada kita bahwa keraguan bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti atau disembunyikan. Kelemahan juga bukanlah hal yang memalukan. Keraguan dan kelemahan menjadi awal dari perjalanan iman yang lebih dalam jika kita mau mendekat kepada Tuhan dan membuka diri kepada-Nya. Seperti Tomas, kita bisa berubah dari “sangsi” menjadi “saksi” melalui perjumpaan pribadi dengan Kristus yang bangkit. Marilah kita terus mencari Tuhan dalam perjalanan iman kita, dan biarlah Allah Tritunggal Maha Kudus yang berkarya melalui Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita memampukan kita untuk menjadi saksi-saksi kebangkitan-Nya di tengah dunia yang penuh dengan keraguan dan ketidakpastian. Dengan iman yang teguh, kita dapat berkata bersama Tomas, “Ya Tuhanku dan Allahku,” dan bersaksi tentang kuasa kasih Allah yang