
- Bacaan 1 : Yesaya 43: 16-21
- Tanggapan: Mazmur 126
- Bacaan 2 : Filipi 3: 4-14
- Injil : Yohanes 12: 1-8
KHOTBAH MINGGU PRA-PASKAH V
MENYADARI DAN MERESPON KASIH TAK TERHITUNG
Dia adalah Johson Oatman. Bukan seorang pendeta. Profesi sehari-harinya adalah administrator pada sebuah perusahaan asuransi ternama di New Jersey. Namun, dalam kesibukannya, ia berhasil mengarang 5000 syair lagu rohani yang inspiratif, termasuk lagu berikut (tampilkan lagu KJ 439 Bila Topan K’ras Melanda Hidupmu, bisa juga mengajak umat bernyanyi). Lagunya indah bukan? Perpaduan yang bagus antara lirik juga nada. Kalau kita perhatikan setiap kalimat dalam lirik lagu ini mengajak kita untuk mengingat berkat Tuhan. Namun, di sisi lain ada bagian yang menambah indahnya lagu ini, yaitu pada bagian nada atau melodinya. Melodi lagu ini dibuat oleh seorang bernama Edwin Othello Excell. Kalau Saudara perhatikan, ada tanda music rit pada bagian “berkat Tuhan mari hitunglah” yang terletak di akhir lagu. Adakah kita menyadarinya? Saya yakin bahwa ini bukan tanpa arti. Rit ini menjadi suatu penekanan agar kita sungguh menghitung berkat Tuhan.
Pertanyaannya kemudian, mengapa bagian ini menjadi sesuatu yang perlu ditekankan? Mengapa menghitung berkat Tuhan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita? Mari kembali sejenak menilik diri kita. Seberapa sering kita mengeluh: “Tuhan kok Engkau begitu, ketika apa yang sedang kita doakan tidak terkabul”? Seberapa sering kita melontarkan kata: “Untuk apa berdoa, untuk apa berbuat baik, untuk apa melayani, ketika kita menemui kesulitan?”
Sebuah penelitian ilmiah yang dimuat dalam Journal of Neurophysiology menemukan bahwa orang yang dipenuhi oleh cinta punya lebih banyak motivasi hidup. Kesadaran bahwa dirinya dicintai ternyata bisa membuat seseorang menjadi berdaya dan berdampak positif. Kita melihat ada korelasi antara kesadaran dengan respons manusia dalam kehidupannya,
Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa kita perlu sadar ada banyak cinta Tuhan dalam kehidupan kita. Cinta yang Tuhan hadirkan melalui setiap berkat-berkat-Nya yang tentu tidak hanya dibatasi dalam bentuk materi. Berkat nafas, berkat perjumpaan bersama orang lain, berkat kesehatan, berkat kekuatan, dan ada banyak berkat yang Tuhan nyatakan, dengan cara yang dapat kita pahami maupun yang tidak terduga.
Saudaraku, pesan ini yang setidaknya menjadi fokus dari Nabi Yesaya, Pemazmur, demikian Paulus. Mari kita memperhatikan satu per satu kisahnya.
- Pada bacaan pertama, kita diajak untuk melihat nubuatan Yesaya bahwa orang-orang Yehuda akan dipakai untuk menjadi saksi karya Allah yang menyelamatkan. Karena itu, mereka diminta untuk tidak terfokus pada apa yang dahulu, pada apa yang dapat mereka pikirkan saja. Mengapa? Karena Allah akan membawa mereka merasakan kasih-Nya dengan cara yang tak terduga. Mereka akan dituntun melewati suatu gurun, yaitu Gurun Arab. Saudara perlu kita ketahui, bahwa jalur ini merupakan jalur terpendek, namun biasanya dihindari oleh orang Babel ketika ke Yehuda karena gersang dan tandus.[1] Namun, justru jalur itulah – jalur yang berbahaya bagi orang Babel – akan menjadi jalur karya kasih Allah yang besar dan tidak terduga bagi umat Israel. Umat Israel akan dituntun, dijaga, dan diselamatkan oleh Allah dengan cara-Nya yang ajaib. Bahkan jauh sebelum masa itu, mereka pun sudah dituntun, dijaga, dan diselamatkan oleh Allah. Itu yang tampak di ayat 16-17.
- Demikian dalam bacaan Mazmur kita. Mazmur ini tergolong dalam nyanyian ziarah, yaitu suatu nyanyian yang biasanya dinyanyikan dalam salah satu perayaan dari tiga hari raya Yahudi yang harus dihadiri oleh semua laki-laki Israel (Ulangan 16: 16). Dalam nyanyian ini sang pemazmur sedang mengajak umat yang berziarah untuk kembali mengingat bahwa Tuhan telah melakukan perkara besar dalam kehidupan mereka, yakni ketika Sion dipulihkan. Apa yang tidak mungkin dibuat-Nya menjadi mungkin. “Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” Ya, mereka diajak untuk bersukacita melalui setiap ingatan akan kasih Allah
- Ingatan terhadap kasih Allah yang menyelamatkan juga mendorong Paulus untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. Pengalaman ini kemudian ia pakai kepada jemaat di Filipi. Di tengah tantangan yang bisa menggoyahkan iman jemaat di Filipi, Paulus ingin agar umatnya tetap setia. Mereka diajak untuk mengarahkan hati pada kasih Tuhan yang selalu ada dalam kehidupan mereka.
Saudaraku, firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk kembali mengingat kasih-Nya dalam kehidupan kita. Ada begitu banyak yang sudah Ia anugerahkan bagi kita. Maka, sudah menjadi satu paket kemudian bahwa kita pun dipanggil untuk merespons kasih-Nya. Respons nyata telah ditunjukkan oleh Maria, saudara Lazarus dalam bacaan Injil kita. Saat itu kenangan dan juga kesadaran akan pengalaman dikasihi oleh Yesus membuat Maria justru mempersembahkan yang terbaik ketika ada kesempatan untuk makan-minum perjamuan bersama-Nya. Maria meminyaki kaki Yesus dengan setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya. Menurut perkiraan, satu kati minyak ini bisa bernilai hingga 300 dinar (setara dengan upah 300 hari kerja). Jadi, bisa dibayangkan betapa besar pengurbanan sekaligus kasih Maria kepada Yesus ketika mempersembahkan setengah kati minyak itu. Pengalaman disentuh dan dikasihi oleh Yesus telah membuat Maria tidak “perhitungan” dalam memberi yang terbaik untuk-Nya. Saudara, saat ini kita sedang memasuki Masa Pra-Paskah, masa di mana kita kembali merenung karya kasih Allah kepada dunia dalam diri Yesus Kristus. Mari kita gunakan waktu ini untuk melihat kembali, menyadari, dan merespons kasih yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita, yaitu kasih yang sungguh tak terhitung dalam keseharian kita. Kasih-Nya selalu ada dari dulu, sekarang, bahkan selama-lamanya. Pertanyaannya, sudahkah yang terbaik ku berikan kepada-Nya?