
Nats diambil dari Filipi 4:6–7 (TB)
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
DAMAI SEJAHTERA DARI TUHAN
Di desa, kekhawatiran itu hal yang biasa. Musim tanam belum tentu berhasil, harga hasil panen bisa turun sewaktu-waktu, anak-anak butuh biaya sekolah, dan kesehatan keluarga harus dijaga. Tapi di tengah semua itu, Tuhan memberi janji yang luar biasa: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga.” Ini bukan sekadar nasihat untuk tenang, tapi undangan untuk berserah. Tuhan tahu hidup kita penuh tantangan, tapi Dia juga tahu bahwa damai sejahtera-Nya bisa menjaga hati kita tetap kuat, bahkan saat keadaan tidak ideal.
Bayangkan seorang petani bernama Pak Slamet. Ia baru saja gagal panen karena hujan deras merusak sawahnya. Tapi setiap pagi, ia tetap berdoa di pinggir ladang, mengucap syukur, dan berkata, “Sing penting aku wis nyoba, Gusti ngerti.” Ia tidak mengeluh, tidak menyalahkan siapa pun. Ia percaya bahwa Tuhan tahu isi hatinya. Damai sejahtera Tuhan membuatnya tetap tersenyum, tetap bekerja, dan tetap berharap. Bukan karena masalahnya hilang, tapi karena hatinya dijaga oleh Tuhan.
Damai sejahtera dari Tuhan bukan seperti hiburan dunia yang cepat hilang. Ini bukan soal punya uang banyak atau hidup tanpa masalah. Damai Tuhan itu melampaui akal—nggak bisa dijelaskan secara logika, tapi bisa dirasakan dalam hati. Seperti Bu Marni, seorang ibu yang anaknya sakit keras. Ia tidak punya cukup uang untuk berobat ke kota, tapi ia tetap tenang, tetap melayani di gereja, dan tetap percaya bahwa Tuhan akan buka jalan. Dan benar, lewat bantuan tetangga dan jemaat, anaknya bisa dirawat. Damai Tuhan membuatnya tidak panik, tapi tetap percaya.
Dalam pelayanan gereja, damai sejahtera sangat penting. Kadang ada perbedaan pendapat, kadang ada jemaat yang sulit diajak kerja sama. Tapi kalau kita punya damai dari Tuhan, kita tidak mudah tersinggung. Kita bisa bicara dengan tenang, mendengarkan dengan sabar, dan tetap fokus pada pelayanan. Damai Tuhan membuat kita tidak cepat marah, tapi cepat mengampuni. Ini penting, apalagi di desa di mana hubungan antarwarga sangat dekat dan saling memengaruhi.
Damai sejahtera juga berdampak pada cara kita mendidik anak. Di desa, banyak orang tua yang khawatir tentang masa depan anak-anak mereka. Tapi kalau kita punya damai dari Tuhan, kita bisa mendidik dengan kasih, bukan dengan tekanan. Kita bisa mengajarkan doa, kerja keras, dan kejujuran. Anak-anak yang tumbuh dalam suasana damai akan lebih percaya diri dan lebih siap menghadapi dunia. Mereka tahu bahwa Tuhan menyertai mereka, seperti yang disampaikan dalam ayat Filipi tadi.
Mari kita renungkan: apakah kita sudah hidup dalam damai sejahtera dari Tuhan? Atau kita masih dikuasai oleh kekhawatiran? Tuhan tidak minta kita jadi kuat sendiri, tapi minta kita datang kepada-Nya dalam doa dan ucapan syukur. Di ladang, di rumah, di gereja, di pasar—kita bisa berdoa. Kita bisa berserah. Dan saat kita melakukannya, damai Tuhan akan menjaga hati dan pikiran kita. Bukan berarti semua masalah langsung selesai, tapi kita punya kekuatan untuk menghadapinya.
Akhirnya, mari kita jadi pembawa damai di lingkungan kita. Jangan menambah kekhawatiran orang lain, tapi jadi penguat. Jangan menyebar gosip, tapi sebarkan pengharapan. Jangan menutup hati, tapi buka tangan untuk membantu. Damai Tuhan bukan untuk disimpan sendiri, tapi untuk dibagikan. Dan saat kita hidup dalam damai itu, kita sedang menunjukkan bahwa Kristus sungguh hidup dalam kita.