
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus,
Hari ini kita memasuki masa Pra-Paskah. Masa ini diawali pada hari Rabu, yang kita kenal dengan sebutan Rabu Abu. Masa Pra-Paskah yang kita jalani ini akan berpuncak pada Minggu Paskah. Sebelum sampai di Minggu Paskah, kita diajak untuk menghayati hari-hari di sepanjang Pra-Paskah dengan hidup dalam pertobatan. Melalui pertobatan manusia membarui kehidupannya. Itu artinya ada perubahan hidup yang radikal. Perubahan dari hati yang lama menuju hati yang baru.
Membarui hati akan terwujud bila ada kesadaran dalam hati. Sadar bahwa hati manusia perlu dibaharui. Seorang teolog dan ahli filsafat bernama Bonaventura yang hidup pada abad XIII menyatakan pentingnya meninjau hati nurani. Alasannya adalah karena manusia dengan segala kelemahannya bisa terjatuh dalam kesalahan dan dosa. Hati nurani merupakan kemampuan manusia untuk melihat ke dalam dirinya. Hati nurani mampu mendeteksi apa yang baik dan apa yang buruk. Bonaventura menjelaskan bahwa dalam hati nurani manusia terdapat dua bagian. Bagian pertama yaitu bagian dari hati nurani yang secara alamiah bisa sampai pada kebenaran-kebenaran mendasar dalam diri manusia. Bagian ini diisi dengan kebenaran karena adanya perintah-perintah moral. Contohnya: menghormati orang tua, hormat pada kehidupan. Bagian kedua adalah kemampuan di dalam hati nurani untuk menerapkan perintah-perintah moral di atas dan di dalam konteks kehidupan sehari-hari. Bagian dari hati nurani yang ke dua ini juga alamiah (seperti bagian pertama). Namun hal yang membedakan adalah pada bagian kedua, hati nurani bisa mengalami kesalahan. Ada berbagai penyebab yang membuat hati nurani bisa. Pernyataan Bonaventura tersebut menyadarkan kita bahwa ungkapan “hati nurani tidak bisa salah” ternyata keliru. Berangkat dari situlah, pada Rabu Abu ini kita menghayati pentingnya membarui hati dengan mawas diri dengan berdasar pada firman Tuhan. Firman Tuhan menjadi penerang batin. Adanya terang dalam batin menjadikan manusia terbuka untuk dibarui.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus,
Keterbukaan manusia pada pembaruan hati diteladankan oleh Pemazmur. Mazmur 51:1-17 berisi penghayatan Daud pada teguran Allah. Melalui nabi Natan Allah menegur Daud setelah ia menghampiri Betsyeba. Teguran nabi Natan itu membuat Daud menyesali dosa yang telah dilakukannya. Pada ayat 3-10 dikisahkan pengakuan pemazmur dengan keadaan yang sedang dialaminya. Ia mengalami sakit yang diyakini karena dosanya kepada Allah dan sesama. Ia benar-benar mengalami akibat negatif dan terpuruk karena dosa. Di hadapan Allah yang maha kudus, pemazmur memohon ampunan. Pengampunan Allah membawanya mampu merasakan kedekatannya dengan Allah. Kedekatan itu membuatnya gembira dan membawanya pada pengharapan kehidupan yang baru. Daud mengalami pembaruan hati karena ia mau mawas diri. Sekiranya ia mau memarahi Natan, tentu saja sangat bisa. Kekuasaan yang ada padanya memungkinkan ia bertindak sewenang-wenang. Namun hati nuraninya terbuka pada kebenaran Allah. Karenanya, terhadap teguran Allah yang disampaikan melalui warga negaranya menjadikan Daud membaharui kehidupannya.
Sebagai makhluk sosial, saling mengingatkan merupakan sebuah keniscayaan. Tanpa adanya kesediaan untuk saling mengingatkan, dunia akan rusak. Kerusakannya adalah karena setiap orang menjalani hidup dengan sesuka hati. Termasuk dalam hal menjalankan ritual keagamaan, manusia bisa menjalankannya sesuai selera dan keinginannya sendiri.
Memberi sedekah, berdoa dan berpuasa adalah tiga jenis ritual keagamaan orang Yahudi. Tindakan religius ini penting dan harus dilakukan dengan cermat. Dalam khotbah di bukit, Tuhan Yesus menyinggung kebiasaan orang-orang Yahudi menjalankan ritual keagamaan ini serta mengritik kebiasaan menjalankan ritual keagamaan yang berfokus pada diri sendiri. Itulah yang terjadi dalam kehidupan beragama pada waktu itu. Pada ayat 2, Tuhan Yesus mengritik mereka yang menonjolkan tindakan kasih seperti orang-orang yang meniup sangkakala. Ia menamai orang-orang macam itu sebagai orang yang munafik. Murid-murid Yesus diharap tidak melalukan hal yang sama. Murid-murid Yesus harus melepaskan kecenderungan menonjolkan diri karena memberi sesuatu atau bersedekah pada orang lain. Allah melihat semua yang dilakukan oleh umat-Nya dan Ia akan memberikan ganjaran atas semua perbuatan umat yang dilakukan dengan ikhlas, tidak berfokus pada diri sendiri. Demikian juga dalam hal berdoa dan berpuasa. Doa dan puasa harus terhindar dari kepura-puraan atau demonstratif. Doa, puasa dan bersedekah yang dilakukan untuk menunjukkan kesalehan pada orang lain tidak akan mendapat ganjaran dari Tuhan.
Kritik Tuhan Yesus terhadap kebiasaan menjalankan agama yang berpusat pada diri sendiri sebenarnya menunjuk pada ajakan Tuhan Yesus agar manusia memiliki kemurnian hati. kemurnian hati menjauhkan diri dari keinginan-keinginan diri mendapat pujian dari sesama manusia. Kemurnian hati juga akan menjauhkan manusia dari keinginan mementingkan diri sendiri.
Kritik Tuhan Yesus itu mengingatkan kita pada kritik Tuhan pada Israel ratusan tahun sebelum Yesus berkarya di dunia. Berpuasa merupakan kebiasaan yang sudah ada sejak zaman Israel kuno. Orang Israel semakin merasakan pentingnya berpuasa sejak bangsa itu mengalami kejatuhan (tahun 586 SM). Zakaria 8:18-19 menyatakan bahwa waktu berpuasa dilakukan pada bulan keempat, kelima, ketujuh dan kesepuluh. Pada awalnya puasa dilakukan dengan penuh penghayatan. Nilai-nilai yang dihayati dalam puasa adalah kehidupan manusia bersama Allah dan sesamanya. Namun dalam perkembangannya puasa dijalankan sebagai sebuah ritual keagamaan semata. Ritual keagamaan yang dijalani tanpa penghayatan yang benar membuat nilai puasa hilang. Hilangnya nilai puasa membuat puasa menjadi sekadar rutinitas keagamaan.
Memperhatikan realitas tersebut, Tuhan menyatakan teguran pada Israel. Ia mengutus Yesaya bertanya pada Israel: apa arti puasamu? Tuhan melihat kesia-siaan puasa orang Israel. Puasa yang dilakukan tidak ada artinya lagi sebab selama berpuasa mereka tidak berlaku adil pada orang-orang lemah. Yang dimaksud dengan orang lemah adalah para buruh yang dipekerjakan. Para buruh itu telah bekerja keras. Namun mereka tidak mendapatkan hak yang mestinya menjadi hak mereka. Puasa yang dijalankan Israel telah batal. Batalnya puasa karena satu sama lain bertikai. Saat bertikai, mereka saling melecehkan, tidak saling menghormati. Jika dalam puasa mereka menahan haus dan lapar namun membiarkan hati, pikiran, kehidupan dipenuhi dengan amarah, dendam, kekerasan, penindasan, puasa yang dengan susah payah dilakukan itu tidak ada artinya. Ibadah puasa itu telah batal.
Melalui Yesaya pula Tuhan menyerukan pada Israel perihal puasa yang dikehendaki Tuhan. Puasa yang dikehendaki adalah membebaskan orang yang tertindas, memerhatikan yang lapar, tidak memiliki rumah, telanjang dan hidup dalam kehinaan serta hidup dalam keadilan. Ibadah tanpa menjalankan keadilan tidak memiliki nilai bagi Allah. Memerhatikan hal ini, kita dapat melihat bahwa persoalan ketidakadilan tampaknya menjadi persoalan besar dalam kehidupan bersama orang-orang Israel dalam pembuangan. Hidup mereka jauh dari kerukunan. Menurut Yesaya, hilangnya kerukunan dalam hidup bersama itu terjadi karena di antara mereka tidak ada keadilan sosial. Dengan demikian, Tuhan mengehendaki bahwa puasa dijalankan dalam keseimbangan antara ritual dan gerak sosial. Semua tindakan itu berkaitan dengan hati manusia. Maka pada ayat 5, Yesaya mengatakan perlunya umat merendahkan diri, menundukkan kepala. Semua wujud praktik peribadatan dari dalam kerendahan hati. Bila hari ini kita memasuki masa Pra-Paskah, kita semua diajak untuk hidup dengan berfokus pada Allah. Hidup yang kita jalani penuh dengan aneka dinamika. Kesalahan dan dosa dapat kita lakukan. Setiap peribadatan pada Allah juga bisa kehilangan kemurniannya. Hari ini kita diajak untuk membarui hati dengan mawas diri. Mari kita menjalaninya dengan gembira dan menjadikan persiapan Paskah ini sebagai sarana untuk hidup dengan berfokus pada Allah. Amin.
Diterbitkan oleh:
LPP SINODE GKJ & GKI SW JATENG
Komplek LPP, Jl. Samirono Baru No. 77, Samirono, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Telp.: (0274) 514721; Hp/WA: 089652520386
E-mail: sekretariatlppsinode@gmail.com; info@lpps.or.id, Website: lpps.or.id