
- Bacaan 1: Kejadian 15:1-12, 17-18
- Tanggapan: Mazmur 27
- Bacaan 2: Filipi 3:17-4:1
- Injil: Lukas 13:31-35
KHOTBAH MINGGU PRA-PASKAH II
MERENGKUH SALIB SANG KRISTUS
Jemaat yang terkasih, jika kita mendengar kata “salib”, apa yang terlintas dalam pikiran kita? Bagaimana kita memaknai salib dalam kehidupan kita? (Hening sejenak memberikan waktu kepada jemaat untuk menjawabnya…). Ada banyak makna yang terkandung dalam satu kata “salib”. Ada yang memaknainya sebagai lambang cinta dan pengorbanan. Ada juga yang memaknainya sebagai kasih yang sempurna; kemenangan dan kematian. Salib juga menjadi lambang kesetiaan. Apa pun yang kita maknai tentang salib, semuanya akan mengingatkan kita pada Sang Kristus. Dalam segala keadaan, salib adalah bagian dari kehidupan kita. Di tengah berbagai situasi dan kondisi, salib ada. Hari ini kita diingatkan lagi bagaimana sebaiknya orang percaya menjalani hidup yang bertanggung jawab dalam segala situasi dan kondisi.
Mari kita belajar dari perjalanan Abram yang dikenal sebagai Bapa orang Percaya. Abram dikenal dengan kesetiaannya kepada Tuhan. Ia merupakan sosok yang percaya (beriman) kepada Tuhan. Perjalanan hidup berimannya kita kenal melalui kepergiannya dari Ur-Kasdim menuju Tanah Perjanjian yang belum diketahuinya. Hal tersebut menjadi bukti akan imannya yang tidak perlu diragukan lagi. Meski demikian, Abram tetao manusia biasa. Ia bisa berkeluh kesah karena kenyataan hidup yang dialaminya. Dalam bacaan hari ini kita membaca tentang Abram yang meragu dengan janji Tuhan akan keturunannya. Ia mempertanyakan janji Tuhan padanya. Tuhan meyakinkan Abram bahwa janji-Nya untuk membuat keturunannya seperti bintang di langit akan terpenuhi.
Abram pun percaya. Selanjutnya, ia mengambil hewan untuk disembelih dan dipersembahkan kepada Tuhan. Ayat 6 menyatakan bahwa Tuhan melihat dan memperhitungkan kepercayaan Abram sebagai kebenaran, sehingga orang benar dapat dikatakan adalah orang yang meletakkan dan memercayakan kehidupannya kepada Tuhan. Tanda atas janji Tuhan kepada Abram mewujud melalui perapian yang berasap dan suluh berapi yang melewati potongan-potongan daging itu. Dengan Perjanjian tersebut, Tuhan memberikan jaminan pemeliharaan untuk Abraham dan keturunannya sampai akhir hayat.
Jaminan pemeliharaan itu akan berlaku juga dalam kehidupan kita, ketika kita berpengharapan dalam Tuhan seperti yang dilakukan oleh Pemazmur. Dalam Mazmur 27, yang merupakan sebuah afirmasi iman dari seorang yang sudah menerima penghiburan melalui penyembahan “diam di rumah Tuhan seumur hidupku.” Dengan penuh keyakinan pemazmur menyatakan bahwa Tuhan adalah terang dan keselamatan serta benteng tempat berlindung. Pengakuan ini bukan tanpa alasan, ada pengalaman-pengalaman pribadi yang diungkapkan seperti: menghadapi serangan pasukan musuh; dikepung oleh tentara, orang-orang berperang terhadap dia; dan ditinggalkan oleh ayah dan ibu.
Di tengah pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut Pemazmur tidak takut atau pesimistis. Ia malahan memuji dan memohon kepada Tuhan. Dengan yakin ia mengungkapkan bahwa Tuhan akan melindunginya dan membuat musuh-musuhnya tergelincir dan jatuh. Ia tidak goyah dalam menghadapi tantangan yang ada. Karena ia tahu bahwa Tuhan akan melindunginya. Tuhan adalah perisai perlindungan yang dapat dipercaya, bersama Dia pastilah kita akan tenang dan memiliki kekuatan baru untuk berjuang.
Bagaimana dengan kita? Apakah perjalanan hidup yang penuh dengan kejutan membuat kita bertahan atau malah berpaling dari Tuhan. Bukankah Yesus mengajarkan kita untuk bertahan? Sebagai orang percaya kita telah menerima teladan nyata dari sang Kristus juru selamat kita. Melalui teladannya Kristus mengajak kita untuk bertahan dan berjuang dengan berani. Ia mengajarkan kita untuk berjuang tanpa henti, tanpa ragu dan takut. Apa pun kenyataan yang datang silih berganti dalam kehidupan; baik pengalaman yang menyedihkan atau pun yang menyenangkan. Yesus mengajarkan pada kita untuk tetap teguh, bertahan dan meneladani jalan hidup-Nya. Meneladani Yesus berarti meniru keteguhan hati-Nya ketika menghadapi pencobaan hingga Ia menang. Yesus berani merengkuh jalan salib yang tidak mudah untuk dilalui.
Hal ini diceritakan dalam Injil Lukas 13:31-35. Lihat bagaimana Yesus merespons peringatan atau ancaman dari orang-orang Farisi. Ia menggunakan ancaman tersebut untuk menjelaskan hakikat kematian-Nya yang justru menjadi bagian dari misi-Nya. Kematiannya tidak ada hubungannya dengan ancaman Herodes, sebaliknya kematian-Nya adalah penyempurnaan dari pelayanan-Nya.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus,
Dengan jujur dan berani Yesus juga menubuatkan bahwa kota Yerusalem akan dihukum oleh Allah karena menolak menerima-Nya sebagai Mesias (bdk. Mat. 23:27-39). Pertama-tama Yesus menyampaikan dakwaan atas Yerusalem dengan sebutan “kota yang membunuh para nabi dan melempari batu orang-orang yang diutus kepadanya” (ayat 34). Ini menjadi ironi yang sangat berat, sebab sejatinya kota Yerusalem merupakan tempat yang dipilih Tuhan. Ulangan 12:5 menyatakan, “yang dipilih Tuhan Allahmu, dari antara segala sukumu untuk membuat nama-Nya diam di sana”. Ironisnya, kota tempat tinggal Allah malahan menjadi pusat perlawanan yang begitu keras terhadap Allah. Namun setelah dakwaan tersebut Yesus mengungkapkan kerinduan-Nya untuk melindungi anak-anak Israel seperti induk ayam yang melindungi anak-anaknya. Kendati demikian hukuman diumumkan di ayat 35: ditinggalkan dan menjadi sunyi.
Baik Abram, Pemazmur dan Yesus mengajak kita untuk berani percaya walau kadang meragu, untuk tetap percaya walau kondisi tidak baik-baik saja, tetap percaya walau hidup penuh dengan ancaman bahaya. Alih-alih lari dari fakta yang ada kita justru diajak untuk merengkuh salib itu. Merengkuh salib sang Kristus.
Merengkuh Salib Sang Kristus berarti mendekap, atau mendekatkan salib ke dada. Hal ini berarti mengajak kita untuk benar-benar memeluk salib itu dengan begitu erat agar tidak terlepas. Apakah ini hal yang mudah? Tentu saja tidak. Jika kita tidak benar-benar memiliki kekuatan dan keberanian pastilah kita akan menjauhkan salib tersebut. Salib merupakan lambang penderitaan, pengorbanan dan keselamatan. Siapakah yang berani merengkuhnya? Ironisnya sama seperti kota Yerusalem; satu sisi menjadi tempat atau pusat orang-orang beriman tapi sisi lainnya justru Yerusalemlah yang menolak bahkan membunuh nabi-nabi yang diutus ke kota itu. Merengkuh Salib Sang Kristus berarti kita diajak untuk tetap hidup mendekap salib tersebut dengan erat sembari berjuang di tengah hidup yang penuh dengan pergumulan.
Merengkuh Salib berarti hidup dengan berdiri teguh dalam Tuhan. Berdiri teguh itu seperti yang dinasihatkan Paulus untuk jemaat Filipi. Ia mengingatkan hendaknya jemaat Filipi tidak menjadi seteru salib Kristus (Fil.3:18). Seteru salib pada akhirnya akan binasa karena mementingkan perkara duniawi. Jemaat harus menanggalkan perkara duniawi karena sejatinya status kewarganegaraannya Kerajaan Surga. Pernyataan Paulus ini merupakan nasihat bagi kita di zaman ini. Pengikut Kristus adalah bagian dari Kerajaan Surga. Sebagai warga Kerajaan Surga, kita harus berdiri teguh di dalam Tuhan (4:1).
Pada Minggu Pra-Paskah kedua ini, kita diajak untuk mempersiapkan diri menghayati dan mengalami salib Yesus. Melalui firman Tuhan hari ini kita diingatkan untuk mengarahkan hidup kita kepada Kristus, bukan mengulang kisah ironis Kota Yerusalem. Tuhan Yesus mengundang kita untuk berjuang dengan rendah hati dan berani menghadapi setiap tantangan yang ada dalam hidup ini. Maka bersiaplah merengkuh salib Kristus dalam hidup kita! Amin.