Skip to content
GKJ JENAWI

GKJ JENAWI

NAS GKJ JENAWI
Primary Menu
  • BERANDA
  • TENTANG
    • SEJARAH
    • PEDOMAN GEREJA
    • GKJ JENAWI
    • PEPANTHAN SELOROMO
    • PEPANTHAN JAMBON
    • PEPANTHAN BALONG
    • PEPANTHAN SUMBERSARI
    • KEMAJELISAN
  • KOMISI
    • KOMISI ANAK
    • KOMISI PEMUDA REMAJA
    • KOMISI PEMUDA DEWASA
    • KOMISI ADIYUSWA
    • KOMISI PANGRUKTI LAYA
    • KOMISI DIAKONIA
    • KOMISI IBADAH
    • KOMISI DIGITAL
  • PELAYANAN
    • PERSEKUTUAN WANITA
    • PERSEKUTUAN DOA
    • PEDALAMAN ALKITAB
    • KEBAKTIAN KEBANGUNAN ROHANI
  • FORMULIR
  • APLIKASI SABDA
    • ALKITAB SABDA
    • AUDIO SABDA
    • KARAOKE ALKITAB
    • KIDUNG SABDA
  • MATERI
    • PENDALAMAN ALKITAB
    • KHOTBAH
    • RENUNGAN
    • KURIKULUM ANAK
    • KURIKULUM REMAJA
  • SEKRETARIAT
GKJ Jenawi Channel
  • Home
  • Masa Pentakosta 2025

Masa Pentakosta 2025

Komisi Digital 21 Mei 2025
Masa Pentakosta 2025

Bahan Dasar Pentakosta 2025

Bacaan:
Yohanes 14:27,
Kisah Para Rasul 2:17-18

ROH KUDUS ROH PEMERSATU

Pengantar
Tuhan menciptakan manusia dengan keunikannya masing-masing. Di antara sesama manusia, tidak ada seorang pun yang sama persis. Bisa jadi secara fisik tampak ada kesamaan, namun dalam hal-hal lain sejatinya ada banyak perbedaan. Keunikan masing-masing orang adalah berkat. Sebagai sebuah berkat, keunikan itu harus dirayakan dengan gembira. Kegembiraan merayakan keanekaan itu dalam tradisi gereja dilakukan melalui Masa Pentakosta. Sekalipun fokus perayaan terhadap keanekaan ini dilakukan pada Masa Pentakosta, bukan berarti setelah Masa Pentakosta tidak ada lagi perayaan terhadap hal tersebut. Semangat Pentakosta harus dibawa dalam kehidupan sehari-hari, supaya hidup bersama dijalani dengan semangat kesatuan. Pada Masa Pentakosta 2025 ini LPP Sinode mengangkat tema: “Roh Kudus, Roh Pemersatu”. Tema ini merupakan pengembangan dari gagasan yang ditulis oleh Pdt. Hobert Videman Gratius Ospara yang dimuat dalam buku Dian Penuntun GKI. Roh Kudus adalah Roh pemersatu karena Ia adalah bagian dari Allah Trinitas. Allah Trinitas adalah Allah persekutuan yang kita imani dalam Bapa, Anak dan Roh Kudus. Allah persekutuan itu melibatkan kita di dalam persekutuan dengan Dia dan bersama sesama umat Allah. Oleh karena itu pada Masa Pentakosta yang dihayati sejak Minggu Paskah VI hingga Minggu Trinitas ini kita merayakan bersama panggilan Allah untuk hidup dalam kesatuan.

Roh Pemersatu: Roh Pembaharu
Tanggal 6 April 1977, seorang budayawan bernama Muchtar Lubis menyampaikan  ceramah kebudayaan di Taman Ismail Marzuki – Jakarta (Lubis, 2013). Melalui ceramahnya, Lubis menyampaikan pendapatnya tentang manusia Indonesia, yaitu:

  1. Munafik atau hipokrit. Sifat ini membuat seseorang tampil dengan kemunafikan. Dampak buruk kemunafikan adalah suburnya ABS alias Asal Bapak Senang.
  2. Enggan untuk bertanggungjawab. “Bukan saya”, demikianlah kalimat yang populer. Lubis mencatat bahwa di Indonesia jarang pemimpin-pemimpin yang berani memikul tanggung jawabnya. Akibatnya orang saling lempar tanggung jawab.
  3. Berjiwa feodal. Sekalipun Indonesia sudah bebas dari feodalisme, namun jiwa-jiwa feodal masih banyak dijumpai di semua kalangan. Akibatnya, banyak orang tidak mau mendengarkan masukan atau kritik dari pihak lain. Mereka yang berbeda dianggap sebagai lawan dan harus ditiadakan.
  4. Manusia yang percaya takhayul. Takhayul di sini bukan hanya berkait dengan hantu-hantu, namun juga pada hal-hal yang patut dipuja-puja seperti gelar akademis, alumni dari sekolah apa, jabatan, kedudukan status sosial, teknologi, fleksing kekayaan. Semua itu adalah model takhayul modern yang tercermin dalam masyarakat.  Takhayul berakibat pada kemalasan karena sekadar percaya pada hal-hal yang dianggap magi bagi dirinya. Seolah magi itu mendatangkan kenikmatan. Tanpa kerja keras, tidak akan ada kenikmatan dan kemajuan hidup.
  5. Manusia yang artistik, berbakat seni. Seni dan artistik merupakan kekayaan Indonesia yang memesona dan merupakan harapan bagi Indonesia di masa mendatang.
  6. Watak yang lemah. Manusia Indonesia di mata Lubis adalah manusia yang lemah dalam memperjuangkan keyakinannya. Kegoyahan watak itu tidak lepas dari kuatnya budaya feodal di Indonesia.

Amatan dari Muchtar Lubis itu memang subyektif, dari sisi beliau semata. Namun demikian, amatan itu menjadi bagian yang perlu diperhatikan. Dalam diri manusia Indonesia terdapat hal-hal yang perlu dilihat dengan jujur.  Kesediaan melihat dengan jujur menumbuhkan semangat untuk melakukan pembaharuan. Lubis menyebutkan masih ada harapan bagi Indonesia, asal menyadarinya dan mau mengubah diri (Lubis, 2013).  Menurutnya, manusia Indonesia harus mensyukuri semua berkat bagi Indonesia dengan menemukan makna hidup sebagai Indonesia yang berlimpah dengan berkat alam, budaya, dan bakat (Lubis, 2013). Manusia Indonesia harus melepaskah diri dari ketakutan-ketakutan, membuang feodalisme, menumbuhkan sikap etik bangsa, kreatif, memperluas solidaritas (Lubis, 2013). Saran-saran dari Muchtar Lubis itu penuh dengan pesan mendalam bagi manusia Indonesia. Siapakah manusia Indonesia itu? Salah satunya adalah kita. Kita (siap pun itu, termasuk orang Kristen) adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keindonesiaan.

Persatuan akan terancam bila ada ancaman yang mendatangkan ketakutan. Lepas dari bayang-bayang ketakutan merupakan pembebasan. Pada saat para murid berkumpul di Yerusalem dalam suasana batin yang tertekan. Ancaman dari orang-orang Yahudi menjadi pengalaman keseharian. Perasaan tertekan menghadirkan bayang-bayang ketakutan. Para murid berjuang mengubah tekanan dan ketakutan melalui kesatuan hati. Mereka bertekun bersekutu untuk saling meneguhkan dan bertekun, bersehati dalam doa (Kis.1:14). Melalui doa bersama para murid sadar bahwa mereka bukan orang-orang yang kuat. Mereka rapuh adanya. Dengan doa mereka membuka diri berelasi dengan Allah yang meneguhkan.

Persatuan yang dilandasi kasih mencegah perilaku feodalisme dalam hidup bersama. Feodalisme biasanya dipertahankan oleh orang-orang yang memuja kehormatan diri, institusi, jabatan. Feodalisme kerap dipertahankan oleh orang-orang atau sekelompok orang yang berusaha mempertahankan kedudukan tertentu. Dampak dari feodalisme adalah penyingkiran pada kelompok yang lemah. Setiap usaha penyingkiran merupakan tindakan memecah belah.  Kisah Pentakosta dalam Kisah Para Rasul 2:1-21 mengingatkan kita terhadap karya Allah bagi orang-orang dari kampung Galilea untuk menyatakan berita tentang kasih Allah kepada dunia. Tuhan mengaruniakan mereka kemampuan mengkomunikasi-kan kasih Allah di antara orang-orang dengan bahasa ibu yang berbeda (Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, dan sebagainya). Pentakosta mengingatkan bahwa perbedaan dalam segala hal, semuanya dapat dipersatukan oleh Allah. Dalam relasi antar manusia segala pementingan diri diganti dengan kesediaan untuk saling menerima dan saling mendengarkan sehingga segala bentuk feodalisme hilang dari kehidupan bersama.

Persatuan mewujud melalui sikap etik dalam hidup bersama. Malcolm Brownlee (1981) menyatakan bahwa Roh Kudus adalah pemersatu yang mengubah kehidupan manusia dan mempersatukan orang-orang yang terpisah. Dalam persekutuan, orang-orang saling mengasihi dan mengerjakan kehendak Allah. Dampak dari kehidupan yang satu tersebut adalah kehidupan yang dituntun oleh etika. Brownlee menyatakan bahwa gereja sebagai persekutuan orang beriman menjadi tempat di mana etika hidup bersama diajarkan dan dipraktikkan. Kisah-kisah dan nilai-nilai dari Alkitab menjadi dasar atau alat pengajaran etika dan moralitas. Suasana kehidupan yang dipenuhi nilai etis – moral diajarkan melalui berbagai sarana seperti khotbah, pengajaran di Sekolah Minggu, katekisasi dan berbagai bentuk lainnya. Keteladanan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan semua orang. Dari sanalah kedewasaan dalam Kristus (Ef.4:13)  terbina dan terbentuk. Brownlee menambahkan lagi pentingnya menjunjung etika dalam hidup bersama sebagai dasar untuk menegakkan kebenaran. Kebenaran tidak boleh dikorbankan untuk konsensus yang salah dan dangkal. Dalam gereja, perbedaan pendapat bisa terjadi dan hal itu bukan merupakan kekeliruan. Persatuan bukan berarti menghapus perbedaan-perbedaan yang ada. Dalam persatuan, kasih dan penghormatan dikedepankan meskipun terdapat berbagai hal yang tidak disetujui bersama. Persatuan memberi kebebasan untuk tidak setuju. Etika memberi ruang bagi perbedaan dengan penghormatan dan penerimaan. Pemahaman ini membuat setiap orang diajak untuk tidak takut pada perbedaan (Brownlee, 1981). Ketidaksetujuan dalam hidup bersama harus dijalani dengan prinsip “sepakat untuk tidak sepakat” . Dengan berpegang pada etika  – moral yang demikian di dalam hidup bersama, persatuan dirayakan dalam keberagaman.

Etika moral dalam hidup bersama berbangsa dan bernegara perlu diwujudkan berdasar nilai-nilai dan kearifan bangsa. Semboyan, ”Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”  kerap kita dengar. Melalui semboyan itu setiap orang diingatkan supaya memelihara kesatuan. Kesatuan terwujud ketika semua orang memiliki kesatuan hati dengan cara menghindarkan diri memaksakan kehendak kepada sesamanya. Pemaksaan kehendak merupakan tindakan yang didasarkan pada keinginan agar diutamakan. Tindakan itu merusak kesatuan. Dalam terang iman Kristen, Roh Kudus adalah Roh pemersatu. Jika ada yang mengatakan dirinya dipenuhi dengan Roh namun hidupnya menyebar kebencian, merasa diri paling benar, selalu menilai orang lain salah, susah mendengarkan pandangan berbeda dari orang lain, menyimpan amarah dan dendam, membawa perpecahan, yang mengatakan demikian perlu melakukan refleksi diri. Inilah pentingnya etika – moral dalam hidup bersama.

Persatuan menjadi hidup karena ada kreativitas. Kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang berfungsi sepenuhnya. Melalui kehidupan yang kreatif, peningkatan kualitas hidup sangat mungkin dikembangkan. Kreativitas memupuk gerak maju bagi pribadi dan hidup bersama. Iman Kristen menghayati kehidupannya dengan bertumpu pada Allah Trinitas. Ia adalah Allah Sang Pewahyu, Allah Sang Seniman Kreatif. Kita percaya, Roh Kudus yang merupakan Pribadi Ketiga Tritunggal yang berasal dari Bapa, dan Putra, serta disembah dan dipermuliakan bersama dengan Bapa dan Putra. Roh Kudus diutus ke dalam hati kita (Gal.4:6) sehingga kita menerima hidup baru sebagai anak-anak Allah (Hure, 2023). Hure mengajak kita menemukan makna yang mendalam dari setiap relasi bersama Roh Kudus. Untuk itu, setiap pengikut Kristus diundang supaya memahami siapa dan bagaimana Roh Kudus itu bekerja dan berkarya dalam diri Tuhan Yesus. Lalu, Roh Kudus membimbing para rasul menjalani kehidupan dan menjadikan mereka mengalami Trinitas, Allah persekutuan (Hure, 2023). Pengalaman bersama Allah persekutuan yang dialami oleh para rasul tersebut menjadikan mereka hidup dalam kesatuan hati. Roh Kudus menjadi pemersatu yang meneguhkan, menghibur, mengarahkan, membaharui kehidupan umat dalam menjalani kehidupan. Pembaharuan merupakan wujud dari kreativitas yang tanpa batas.

Muchtar Lubis mengingatkan tentang pentingnya memperluas solidaritas sebagai upaya mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan bermakna. Albertus Sujoko (2023) menguraikan tentang solidaritas sebagai kualitas moral sikap batin seseorang dalam relasinya dengan sesama. Manusia adalah makhluk sosial yang sehari-harinya berjumpa dengan realitas-realitas konkret. Manusia tergerak hati atas kesedihan dan penderitaan sesama. Manusia juga tergerak oleh kegembiraan yang dialami sesama sehingga saat sesamanya mengalami kegembiraan, manusia ikut merasakannya. Apa pun yang manusiawi dapat menyentuh perasaan kemanusiaan kita. Itulah makna solidaritas atau tepa slira (Sujoko, 2023). Gereja sebagai persekutuan umat Allah dipanggil untuk hidup dalam solidaritas pada kehidupan. Kehidupan di sini mesti dimaknai secara luas, yaitu sebagai kehidupan bersama ciptaan Allah. Gerak solidaritas menghadirkan kesukacitaan dan pengharapan, khususnya bagi mereka yang miskin dan tertindas. Gereja perlu peka terhadap umat manusia dan ciptaan Allah lainnya. Solidaritas akan mengembalikan semua ciptaan yang rusak akibat dosa menjadi sungguh amat baik, yaitu keadaan sebagaimana pada kondisi awal penciptaan.

Penutup
Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan  Aku memberi kepadamu tidak seperti dunia memberi kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh.14:27). Sabda itu disampaikan oleh Tuhan Yesus sebelum Ia berpisah dengan murid-murid-Nya. Meski Yesus meninggalkan murid-murid-Nya, tidak ada ketakutan, kebimbangan, perasaan tertekan dan sedih dalam diri para murid. Semua perasaan itu sirna karena Tuhan Yesus memberikan pengharapan. Ia berjanji akan mengutus Sang Penolong, yaitu Roh Kudus. Ia berjanji akan datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Janji Tuhan itu terus digenapi. Karena itu, sebagai pengikut Kristus pada masa kini dan sepanjang zaman, kita dipanggil untuk terbuka pada gerak Roh Kudus, Roh Pemersatu. Ia terus berkarya menyatakan pertolongan, mengajarkan segala sesuatu yang benar, mengingatkan umat Allah tentang segala sesuatu yang telah difirmankan-Nya, memberikan damai sejahtera yang sejati, bukan seperti yang diberikan oleh dunia ini. Mari, terbukalah pada gerak Roh Kudus untuk berkarya bersama Dia guna ikut serta menyatakan damai sejahtera Kristus yang mempersatukan kehidupan.

Bahan Masa Pentakosta 2025 dapat diunduh di sini

image_pdfimage_print
Berbagilah

Continue Reading

Previous: Menggembala dengan Iman
Next: Panggilan Tuhan dan Penyertaan-Nya

BERITA TERKAIT

UNDANGAN IBADAH 29 MEI 2025

Undangan Ibadah Kamis 29 Mei 2025

Komisi Digital 25 Mei 2025
Undangan Ibadah 25 Mei 2025

Undangan Ibadah Minggu 25 Mei 2025

Komisi Digital 22 Mei 2025
Undangan Sakramen Baptis Suci

Undangan Sakramen Baptis Suci

Komisi Digital 16 Mei 2025
5

KHOTBAH JANGKEP JUNI 2025

Komisi Digital 10 Mei 2025
5

KHOTBAH JANGKEP MEI 2025

Komisi Digital 24 April 2025
4

KHOTBAH JANGKEP APRIL 2025

Komisi Ibadah 18 Maret 2025
14

BAHAN PENTAKOSTA 2025

Komisi Ibadah 17 Maret 2025
13

BAHAN MASA PASKAH 2025

Komisi Ibadah 2 Maret 2025

Anda mungkin melewatkannya

Renungan Harian Edisi Mei 2025 - 29

Keberanian dalam Menghadapi Tantangan

Tim Renungan GKJ Jenawi 29 Mei 2025
Renungan Harian Edisi Mei 2025 - 28

Dipanggil untuk Menjadi Saksi

Tim Renungan GKJ Jenawi 28 Mei 2025
PA-Menggembala dengan firman tuhan

Menggembala dengan Firman Tuhan

Pdt. Emanuel Suseno Aji, S.Th. 28 Mei 2025
Renungan Harian Edisi Mei 2025 - 27

Kebangkitan Yesus dan Amanat Agung

Tim Renungan GKJ Jenawi 27 Mei 2025
LOKASI GKJ JENAWI

PERSEMBAHAN GKJ JENAWI

“Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah”
2 Korintus 9:12

BRI
GEREJA KRISTEN JAWA JENAWI
669701026687530

Login Pengguna Komisi Digital
GKJ Jenawi Protection Status
  • BERANDA
  • TENTANG
  • KOMISI
  • PELAYANAN
  • FORMULIR
  • APLIKASI SABDA
  • MATERI
  • SEKRETARIAT
Copyright © Gereja Kristen Jawa Jenawi | MoreNews by AF themes.