Tetap Tunduk pada Tuhan

Nats diambil dari 1 Petrus 2:16 (TB)
“Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah.”
TETAP TUNDUK PADA TUHAN
Kemerdekaan itu indah, apalagi kalau dirayakan di desa. Ada semangat kebersamaan, lomba-lomba yang meriah, dan doa syukur yang tulus. Tapi di balik semua itu, kita perlu merenung: apakah kita sudah benar-benar mengerti arti kemerdekaan? Ayat dari 1 Petrus ini mengingatkan bahwa kemerdekaan bukan berarti bebas semaunya, tapi tetap tunduk pada Tuhan. Kita merdeka, tapi bukan untuk menyelubungi kejahatan atau hidup seenaknya. Kita merdeka untuk jadi hamba Allah yang taat dan setia.
Di desa, banyak orang merasa merdeka karena tak lagi dijajah, tapi kadang lupa bahwa hidup ini tetap harus dipertanggungjawabkan. Ada yang merasa bebas bicara, tapi kata-katanya menyakiti. Ada yang merasa bebas memilih, tapi pilihannya merugikan orang lain. Kemerdekaan sejati adalah saat kita bisa berkata “tidak” pada dosa dan “ya” pada kehendak Tuhan. Kita bukan hamba penjajah, tapi hamba Allah yang penuh kasih.
Contohnya bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Seorang bapak yang dulunya suka berjudi, kini memilih hidup sederhana dan ikut pelayanan doa lingkungan. Ia tahu bahwa kemerdekaan bukan soal bebas melakukan apa saja, tapi soal memilih yang benar. Atau seorang remaja desa yang menolak ajakan teman untuk mabuk-mabukan saat malam tujuhbelasan, dan memilih ikut persiapan ibadah syukur. Itu bentuk kemerdekaan yang tunduk pada Tuhan.
Kemerdekaan yang tidak disertai ketundukan akan jadi bencana. Kita bisa lihat dalam sejarah bangsa, saat kemerdekaan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, korupsi, atau kekerasan. Di desa pun bisa terjadi: konflik antar warga karena tanah, rebutan jabatan dalam panitia, atau iri hati dalam pelayanan. Semua itu terjadi karena kemerdekaan tidak dibarengi dengan hati yang tunduk pada Tuhan.
Saat kita merayakan 17 Agustus, mari kita tanyakan pada diri sendiri: apakah kita sudah hidup sebagai orang merdeka yang tunduk pada Tuhan? Apakah kita sudah menggunakan kebebasan kita untuk membangun, bukan merusak? Apakah kita sudah jadi terang dan garam di lingkungan kita? Merdeka bukan berarti bebas dari tanggung jawab, tapi justru punya tanggung jawab lebih besar untuk jadi berkat.
Di desa, ketundukan pada Tuhan bisa diwujudkan lewat hal-hal sederhana: ikut kerja bakti dengan tulus, membantu tetangga tanpa pamrih, menjaga kata-kata agar tidak menyakiti, dan ikut pelayanan dengan sukacita. Semua itu adalah bentuk nyata dari hidup sebagai hamba Allah. Kita merdeka, tapi tetap tunduk. Kita bebas, tapi tetap taat. Itulah kemerdekaan yang sejati.
Jadi, mari kita rayakan kemerdekaan dengan hati yang tunduk pada Tuhan. Bukan cuma dengan sorak-sorai dan bendera, tapi dengan hidup yang mencerminkan kasih dan kebenaran. Karena bangsa yang besar bukan cuma yang merdeka, tapi yang warganya hidup sebagai hamba Allah. Dan desa yang kuat bukan cuma yang ramai lomba, tapi yang warganya tunduk dan taat pada Tuhan.